Bisikan Kesesatan
Ketika embun mulai berjatuhan dan
matahari mulai merambat naik, seolah menandakan hari akan dimulai. Suara burung
dan binatang lainnya lebih mendominasi dibandingkan manusia, karena hanya ada
dua manusia yang tinggal di tempat itu. Yaitu hanya sosok ayah dan anak, tanpa
ibu yang terlebih dahulu menghadap sang pencipta.
Bilik yang terbuat dari bambu,
tempat mereka berlindung dari panas ataupun hujan. Untuk berinteraksi dengan
manusia lainnya mereka harus menempuh jarak yang agak jauh, karena mereka
tinggal di pesisir kota, dan rindangnya pohon menutupi keberadaannya dari
manusia lain.
Sampan yang terbuat dari bambu
adalah sahabat mereka untuk mencari makan, dengan memanfaatkan danau dibelakang
rumah. Walau penghasilan yang ia dapat tak menentu, akan tetapi ayah sangat
melarang anaknya untuk mengemis ke kota. Makanan sehari-hari mereka hanyalah
ikan, jika ikan yang didapat lumayan banyak, biasanya ia menukarkan ikannya
dengan beras ataupun bahan baku makanan lain di kota.
Ada masa-masa dimana mereka
mendapatkan makanan hanya satu piring, sang ayahpun lebih memilih memberikan
kepada anaknya, tanpa ia cicipi sedikitpun makanan itu. Ayah cukup senang
melihat senyum kecil anaknya yang merasa kenyang, walau perutnya seperti
tercabik pedang. Suatu hari perangai anak itu berubah menjadi liar, ia berjalan
sendirian menuju hutan, entah apa yang ia cari, yang ia tahu hanya terus
berjalan menerjang bosan.
Sewaktu anak itu berjalan menyusuri
hutan, tiba-tiba ia melihat seekor harimau yang sedang mengaum, tatapan harimau
itu sangat tajam dan hanya tertuju padanya. Anak itupun tersentak dan
memberhentikan langkahnya seketika, harimau pun melangkahkan kakinya
perlahan-lahan menghampiri anak itu, semakin lama semakin mendekatinya. Hujan
keringat dinginpun membasahi tubuhnya yang
sedang merasa ketakutan, dan ia gemetaran seperti orang tersengat arus listrik.
Namun prediksinya salah, ternyata
harimau itu tidak ingin memangsanya. Harimau itu berkata “apakah kamu ingin
kekayaan dan jabatan ?”, anak itupun hanya terdiam seribu bahasa, seperti
makhluk yang tercabut nyawanya. Dan sang harimau mengelus wajahnya dan
memberikan pertanyaan yang sama. Saat pertanyaan yang kedua, anak itu baru bisa
menjawab, “mau, bagaimana caranya ?”, harimaupun menjawab, “jika kamu ingin
kekayaan dan jabatan, kamu harus menukar hati ayahmu menjadi santapanku hari
ini, apakah kamu bersedia ?” . “Ya, aku bersedia”, jawab anak itu dengan nada
pelan namun tajam.
Setelah perjanjian disepakati oleh
keduanya, merekapun menyusun rencana untuk menjalankan niat busuk itu. Saat
rencana selesai, matahari pun mulai terbenam, pertanda malam mulai dating. Dan
mereka memutuskan untuk berjalan secara bersamaan menuju rumah, setelah sampai
halaman rumah, harimau menunggu diluar, dan anak itu terus berjalan masuk
kedalam rumah. Ketika ia membuka pintu rumah, wajah ayah yang tadinya pucat
dihisap rasa khawatir, kini kembali berseri ketika ia tahu anaknya pulang.
Anak itupun tersenyum, kemudian
ayahnya menghampiri dan memeluknya dengan erat, seolah tak mau kehilangannya.
“Darimana kamu nak ?”, “kenapa kamu tidak memberitahu ayah kalau ingin pergi
?”, “ayah tidak bisa melakukan apa-apa nak, kecuali hanya gelisah
memikirkanmu”, sang ayah berkata sambil memeluknya.
Anak itupun tidak menjawab satupun
perkataan ayahnya, ia langsung mendekap tubuh sang ayah dan menyeretnya keluar.
Dan harimau yang menunggu diluar sudah mengaum, siap menerkam tubuh ayahnya.
Ketika sudah berhadapan dengan harimau itu, raut wajah sang ayah tidak
kelihatan takut sama sekali, ia hanya berpesan terhadap anaknya, “jaga dirimu
baik-baik nak”.
Setelah itu tubuh sang ayahpun
langsung diterkam tanpa tersisa fosilnya. Sessuai dengan perjanjian mereka,
anak itu langsung mendapatkan harta yang
berlimpah dan jabatan tiba-tiba di kota besar.
Masihkah kau mau menukar kasih
ayahmu dengan kekayaan ?
Masihkah kau mau menukar kasih
ayahmu dengan jabatan ?
Begitu kerasnya hati sang anak hingga harimaupun tak menerkamnya.
BalasHapusSaik nih tulisan banyak maknanya hahai